Tuesday, April 14, 2020

FUNGSI HUKUM MENURUT MARWAN MAS

FUNGSI HUKUM MENURUT MARWAN MAS       

  1. Fungsi hukum                                                                                                                                                         1.sebagai  a tool of social control adalah fungsi yang pasif yang hanya untuk menjaga status quo.contoh seorang polisi terhadap hukum.delik pencurian dengan kekerasan dengan ancaman hukuman penjara selama-lamanya 12 tahun(Pasal 365 ayat (2)KUHP)Barang yang dirampas adalah kapal beserta muatannya yang dapat dikategorikan sebagai barang yang menjadi milik Negara (Pasal 73 UU No.10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan). Kategori barang milik negara ini adalah sebagai amanat Pasa l 77 UU Kepabeanan yang tertulis bahwa untuk dipenuhinya kewajiban Pabean, Pejabat Bea Cukai berwenang menengah barang dan/atau sarana angkut. Dengan demikian kapal yang bermuatan barang selundupan telah berada dalam kekuasaan negara, seharusnya kesadaran hukum masyarakat memahaminya bahwa apabila dirampas, hal itu menandakan sebagai perlawanan terhadap negara, pelanggaran terhadap aturan hukum dan menimbulkan efek jera.

2.sebagai a tool of social engineering adalah fungsi yang aktif yang merombak tatanan yang telah ada menuju suatu keadaan yang dicita-citakan.contoh faktor ketidakadilan ekonomi. Faktor ketidak adilan ekonomi ini mendesak masyarakat untuk merampas apa saja (harta benda) untuk memenuhi kebutuhan ekonominya. Seperti kata Daniel S.Lev dalam Achmad Ali (1996:106) yang mengatakan bahwa di setiap masyarakat tentu ada cita-cita yang baik, tetapi ada juga kepentingan dalam masyarakat. Semua pihak dapat mengatakan bahwa ia mempunyai tujuan yang adil dan benar, tetapi kadang-kadang kata-kata semacam itu digunakan untuk menyelimuti ketidak adilan.Berani-beraninya sekelompok masyaratat (berjumlah sekitar 150-an orang) menjarah kapal,tentunya ada faktor ekonomi yang membelit kondisi sosial mereka. Fakta hukum ini menunjukkan tidak jalannya hukum sebagai alat untuk merubah / merekayasa masyarakat. Seharusnya peranan hukum sebagai alat untuk merubah masyarakat menempatkan hukum sebagai panglima, sebagai motor yang nantinya akan menyebarkan dan menggerakan ide-ide yang ingin diwujudkan oleh hukum tersebut. Jadi bekerjanya hukum harus secara efektif dilakukan oleh Negara dalam hal ini pemerintah daerah Riau. Secara umum orang mengetahui daerah Riau adalah daerah kaya, makmur dan berkecukupan.
3.sebagai simbol adalah hubungan sosial dan fenomena lain yang timbul dari interaksi mereka.contoh : seseorang yang mengambil barang oranglain dengan maksud memiliki,dengan jalan melawan hukum,oleh hukum pidana disimbolkan sebagai tindakan pencurian yang seyogyanya dihukum.
4.sebagai a political instrument sebagai Alat Politik Pertentangan pendapat tentang hukum sebagai alat politik terjadi antara kaum dogmatis dengan kaum yuris sosiologis. Telah menjadi wacana umum yang juga sering diperdebatkan di dunia akademis bahwa ada pendapat yang mengatakan bahwa hukum adalah produk politik, sehingga warna politiklah yang lebih kentara daripada warna hukumnya. Ini dapat dilihat dari berbagai peristiwa, misalnya kasus Bank Century, kasus rekening gendut Polri, bahwa untuk kepentingan politik hukum di nomor duakan.Dengan demikian maka hukum sangat dipengaruhi politik. Berbeda dengan kaum dogmatis bahwa hukum tidak boleh dijadikan alat politik,. Hukum adalah hukum, sehingga hukum berdiri sendiri terpisah dengan politik.Akibatnya adagium yang mengatakan Negara boleh runtuh tetapi hokum harus tegak berdiri diragukan oleh kalangan akademisi yang berafiliasi pada ilmu-ilmu sosial.Orang psikologi mengatakan hakim, jaksa, polisi dapat disogok.Fenomena ini menandakan lemahnya asas taat hukum dikalangan aparat.Orang ekonomi mengatakan bahwa selama perut masih didepan apa saja bisa dibeli termasuk hukum. Orang sosial mengatakan dimana ada uang disitu ada hukum bukan ubi societas ibi ius.Dan orang sastra mengatakan dengan sinis itulah budaya hukum. Itulah kondisi kesadaran hokum masyarakat yang masih rendah, sehingga dengan mudah politik mempengaruhi hukum. Memang benar, peranan penguasa sangat besar terhadap pembentukan hukum misalnya untuk kepentingan DPR, maka anggaran pembangunan gedung baru DPR-RI mencapai Rp. 2,5 triliun,sehingga mempengaruhi RUU APBN. Dalam hal penerapan hukum, kasus Cirus Sinaga yang menuntut Gayus dengan pasal berlapis padahal tidak relevan, menyebabkan Gayus bebas dalam perkara pajak, menunjukkan penerapan hukum yang setengah hati. Terakhir dalam penjatuhan sanksi hukum, masak pencuri tiga buah coklat di tuntut hukuman 3 tahun yang jauh lebih berat daripada sanksi hukum terhadap koruptor ?.Kunci jawaban ini berada bagaimana mempertahankan prinsip bahwa hukum tidak dipengaruhi oleh politik. Penulis teringat kata Prof Zainal yang mengatakan lebih baik lagi jika baik aturan hukumnya maupun pelaksanaannya baik.Pameo ini mengisyaratkan agar aturan hukum dan pelaksanaannya berdiri sendiri tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik seseorang atau sekelompok orang, namun dalam kenyataannya jauh panggang dari api.Dalam kasus di atas, menurut hemat penulis perampasan kapal bukan bernuansa politis, sulit diketahui siapa bermain disana, yang pasti perampasan kapal adalah pidana murni, seperti kata Suryana (Kepala Penindakan dan Penyelidikan Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Batam)bahwa penyelundupan adalah permasalahan klasik di Kepulauah Riau.Karena ini permasalahan klasik maka lepas dari pengaruh politis, dan seperti pendapat penulis di atas bahwa faktor ekonomilah yang berpotensi mempengaruhi hukum, bukan politik.
5.sebagai integrator adalah untuk melakukan hubungan-hubungan sosial diantara sesama. Misalnya ada kejadian terhadap perampasan kapal, maka tugas kepolisianlah yang harus mencari dimana kapal itu berada kemudian menangkapnya,sidik dan ajukan ke pengadilan untuk dijatuhkan sanksi dalam putusan hakim. Ini proses normal. Bagaimana kalau terjadi konflik bersenjata antara aparat dengan perampas kapal ?. Pasti akan memakan korban. Apakah aparat menginginkan demikian ?. Pastilah tidak,oleh karena itu maka sangat perlu untuk dicarikan pengintegrasi (integrator)yaitu orang atau badan yang berpengaruh baik secara budaya, adat istiadat, agama maupun kekuatan politik untuk dapat menengahi konflik. Apabila penanganan konflik dilakukan dengan baik, niscaya tidak terjadi konflik bersenjata.Namun analisis penulis, kedua kapal telah dikosongkan isinya dan kemungkinan telah beredar secara ilegal barang-barang selundupan (minuman keras dan pakaian bekas) tersebut dipasaran. Sehingga secara yuridis penyidik tidak akan menemukan pelakunya (kapal kemunginan ditemukan) dan akhir ceritera kasus perampasan kapal hanyalah suatu peristiwa klasik yang sering terjadi, dan niscaya akan terjadi lagi, akibatnya tiada kepastian hukum, pengusaha enggan mengirim barang melalui kapal laut dan perompak tetap berkeliaran menunggu mangsa. Terbuktilah adagium klasik ubi jus incertum,ibi jus nullum tiada kepastian hukum,disitu tidak ada hukum.Penangkapan kapal-kapal penyelundup tidak ada artinya, karena kekuatan aparat dikalahkan oleh kekuatan masyarakat, akibatnya perbuatan melanggar hukum yang seharusnya dihukum berat akan terjadi dan terjadi lagi. Kasus demi kasus terjadi tetapi tidak ada penyelesaian maka akibatnya sinisme muncul bahwa tindak pidana menguap bersama angin lalu,meninggalkan hukum sebagai pengintegrator yang termangumangu bagaikan rumput yang bergoyang. Itulah perairan Kepulauan Riau yang penuh dinamika dan penuh tantangan.
6.sebagai sarana pengendalian sosial adalah alat kontrol sosial manusia. Ahmad Ali menyebutkan sangsi pezina berbeda bagi masyarakat penganut Islam secara konsekuen dengan masyarakat Eropa Barat. Orang Islam memberikan sangsi yang lebih berat, sedangkan orang Eropa Barat memberi sangsi yang ringan saja. Dengan demikian, di samping bukan satu-satunya alat kontrol sosial, juga hukum sebagai alat pengendali memainkan peran pasif. Artinya bahwa hukum menyesuaikan diri dengan kenyataan masyarakat yang dipengaruhi oleh keyakinan dan ajaran falsafat lain yang diperpeganginya.
7.sebagai sarana penyelesian sangketa adalah suatu penyelesaian perkara yang dilakukan antara salah satu pihak dengan pihak yang lainnya. Penyelesaian sengketa terdiri dari dua cara yaitu melalui litigasi (pengadilan) dan non litigasi (luar pengadilan). Dalam proses penyelesaian sengketa melalui litigasi merupakan sarana terakhir (ultimum remidium) bagi para pihak yang bersengketa setelah proses penyelesaian melalui non litigasi tidak membuahkan hasil.
Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, penyelesaian sengketa melalui non litigasi (luar pengadilan) terdiri dari 5 cara yaitu:
Konsultasi: suatu tindakan yang dilakukan antara satu pihak dengan pihak yang lain yang merupakan pihak konsultan
Negosiasi: penyelesaian di luar pengadilan dengan tujuan untuk mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis
Mediasi: penyelesaian melalui perundingan untuk mencapai kesepakatan di antara para pihak dengan dibantu oleh mediator
konsiliasi: penyelesaian sengketa dibantu oleh konsiliator yang berfungsi menengahi para pihak untuk mencari solusi dan mencapai kesepakatan di antara para pihak.
Penilaian Ahli: pendapat para ahli untuk suatu hal yang bersifat teknis dan sesuai dengan bidang keahliannya.
Akan tetapi dalam perkembangannya, ada juga bentuk penyelesaian di luar pengadilan yang ternyata menjadi salah satu proses dalam penyelesaian yang dilakukan di dalam pengadilan (litigasi). Contohnya mediasi. Dari pasal tersebut kita ketahui bahwa mediasi itu adalah penyelesaian di luar pengadilan, akan tetapi dalam perkembangannya, mediasi ada yang dilakukan di dalam pengadilan.
Di dalam Pasal 1 angka 1 Undang - Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa menjelaskan bahwa penyelesaian sengketa di luar pengadilan mengenal adanya cara arbitrase yaitu penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan yang di dasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.[1]

No comments:

Post a Comment